Warta9BMR.com, Kotamobagu – Kasus dugaan malpraktik yang menggegerkan Kota Kotamobagu kini tengah diselidiki secara serius oleh pihak berwenang. Seorang ibu muda, Nazwa Gomba (19), yang juga merupakan anggota Bhayangkari Polres Kotamobagu, meninggal dunia setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kasih Fatimah. Kejadian tragis ini memicu laporan resmi dari keluarga korban yang kini menjadi sorotan publik.
Menurut Kasat Reskrim Polres Kotamobagu, AKP Agus Sumandik, laporan dugaan malpraktik ini telah diterima dan langsung diproses dengan serius. “Laporan sudah kami terima dan langsung direspons oleh Kapolres. Sesuai arahan, kami membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini,” tegasnya.
Pada Kamis (27/2), suami korban, Mohamad Arifin, yang juga anggota Intel Polres Kotamobagu, mendatangi Mapolres Kotamobagu untuk melaporkan kejadian tersebut.
Dengan didampingi keluarga, Arifin berharap agar kasus ini segera diproses dengan adil demi mencegah kejadian serupa di masa depan. “Kami berharap pihak berwenang mengusut tuntas kasus ini, agar tidak ada lagi keluarga yang harus menanggung penderitaan serupa,” ujar Arifin.
Keluarga korban baru menyadari ada yang janggal setelah Nazwa mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Siloam Manado beberapa bulan pascaoperasi. Mereka terkejut mendengar kabar bahwa ovarium kanan korban hilang setelah operasi caesar. Kejanggalan ini menjadi titik awal keluarga untuk menggali lebih dalam dan mempertanyakan tindakan medis yang dilakukan oleh pihak RSIA Kasih Fatimah.
Di sisi lain, Siti Masita Korompot, SH., MH., pemilik Yayasan Kasih Fatimah, mengungkapkan bahwa hilangnya ovarium terjadi saat operasi caesar. Saat itu, dokter menemukan adanya kista ovarium, sehingga dilakukan operasi pengangkatan kista yang menyebabkan ovarium ikut terangkat.
“Seperti contoh kaki yang terbungkus kaos kaki, begitu posisi kista yang membungkus ovarium. Antara kista dan ovarium pada posisi ini adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Jadi ketika pengangkatan kista, ovarium juga ikut terangkat. Tapi itu teknisnya dokter,” ujar Siti.
Lebih lanjut, Siti mengklaim bahwa pihak rumah sakit telah memberitahukan keluarga korban sebelum tindakan pengangkatan kista dan mendapatkan persetujuan tertulis.
“Dokter saat itu Standby menangani pasien, maka melalui asistennya langsung diperintahkan untuk memberitahu keluarga bahwa pasien memiliki kista ovarium dan akan dilakukan pengangkatan. Keluarga pun setuju dan menandatangani hal tersebut,” jelasnya.
Jadi jika pihak keluarga pasien mengatakan bahwa dokter tidak melakukan konfirmasi adanya tindakan penaganan kista, maka itu tidak benar dan bisa kami buktikan dengan adanya surat persetujuan tindakan dan ditandatangani oleh keluarga pasien.
“Tidak ada malpraktek di RSIA Kasih Fatimah, kami melakukan penanganan pasien sesuai dengan prosedur. hinggah pasien pulang, pihak RSIA sudah tidak mengetahui keadaan pasien karena tidak kembali untuk kontrol sebagaimana anjuran dokter”.
Sitti Masita juga siap jika pihak keluarga akan membawa persoalan ini keranah hukum.
“Jika keluarga pasien menempuh jalur hukum kami pun siap, karena itu menjadi hak warga negara, dan untuk prosedural ke dalam tentunya akan kami sampaikan di persidangan nanti,” tegasnya kembali.***


Comment